Minggu, 29 Maret 2009

Rekayasa Siapa?


“Jika partai lain melakukan rekayasa publik, PKS itu unik. Mereka melakukan rekayasa kepada kadernya,” seloroh Zaim Saidi kepada Zaim Uchrowi, dan Zaim yang kedua menyampaikannya kepada saya dalam situasi santai dan penuh canda tawa.

Siapapun tahu kapabilitas ilmu dan gerakan Zaim kedua itu. Mas ZS dengan PIRAC-nya: sementara ZU dengan Republika, dan kini Balai Pustaka-nya. Mereka berdua merupakan cendekiawan muda yang militan dan idealis sehingga tentu tidak sembarangan melontarkan pernyataan.

Kedua Zaim sama-sama ahli rekayasa dan strategi. Mereka dengan santai menyatakan kepada saya (salah satu kader PKS) bahwa PKS melakukan rekayasa kepada kadernya. Tentu saja saya menanggapi dengan senyum sebab walau bagaimanapun, mas ZU adalah salah satu sahabat. Namun, tentu akal saya berputar dan terus bertanya, benarkah apa yang terjadi pada kader PKS, fikriyan wa qalbiyan wa amalan adalah rekayasa manusia? Seperti biasa saya mencoba meneliti semesta kecil saya dan mencari analognya dengan alam semesta.

Hari itu saya mendapatkan jawabannya dalam sebuah forum ibu-ibu kader PKS di Jakarta. Kebetulan saya mendapatkan amanah untuk menjadi moderator diskusi, yang temanya “Pentingnya Amal Jama’i dalam Memenangkan Dakwah”, sebuah tema yang militan. Isu dakwah telah lama disoroti oleh para ahli politik dan sosial bahwa PKS mestinya tidak menjadikan dakwah dan Islam sebagai dagangan politik. Hmm, diskusi tentang ini tidak akan pernah habis, itu sebabnya lain kali saja membahas tentang hal ini.

Sekali lagi, saya menemukan jawaban tentang “rekayasa” itu dari jawaban seorang ibu ketika melontarkan sebuah pertanyaan “panas”.

“Ibu-ibu sekalian, saat ini PKS disorot oleh publik dari segala sisi, dan sayangnya sorotan itu lebih banyak dipicu oleh hal-hal yang negatif atau dianggap negatif oleh publik, misalnya iklan PKS yang memuat Soeharto sebagai pahlawan, kasus anggota dewan kita yang tertangkap di panti pijat, terakhir kasus Valentine di jabar. Kita sebagai kader sudah bekerja keras untuk memenangkan dakwah, tetapi bagaimana ini? Pemimpin kita? Bukankah seharusnya pemimpin bisa dijadikan teladan?” kata saya berapi-api. Stimulus sudah dilontarkan maka seluruh dendrit dan neuron otak akan merespon sesuai dengan past experience, norma, dan pre-existing knowledge masing-masing. Saya menunggu respon mereka.

Begitu banyak ibu-ibu yang merepon, tetapi ada satu yang begitu kuat, lekat, dan menghujam hati saya sehingga membuat mata saya berkaca-kaca.

“Saya kira, kita harus menasehati mereka, jika punya kekuasaan dengan tangan, jika tidak dengan lisan, jika tidak mampu dengan lisan, kita membencinya dalam hati. Setelah itu, hal yang paling tepat kita lakukan setelah itu adalah berdoa. Kita doakan pemimpin-pemimpin kita agar selalu berada di jalan yang lurus, agar Allah senantiasa membersihkan hati, pikiran, dan tingkah laku mereka. Saya yakin, Allah akan menolong kita semua.”

Seperti sahara terik yang disiram hujan, dingin dan menentramkan. Benarkah respon seperti ini dicangkokkan? Direkayasa manusia? Saya meragukan itu. penguasa hati manusia adalah penciptanya. Jika hanya satu dua orang yang memiliki pemikiran seperti ini, tentu saya percaya ini rekayasa manusia. Akan tetapi, jika hampir seluruh kader memiliki gaya pengambilan keputusan yang seperti ini? Rekayasa siapa? Wamakaruu wa makarallaah, innallaaha khairul maakiriin, dan rekayasa siapa yang lebih baik daripada rekayasa Allah. Sesungguhnya, Allah-lah sebaik-baik pembuat rekayasa.

Dalam hati yang tunduk dan penuh tekad, “Wahai, para pemimpin, sekali saja kalian berkhianat, kalian tidak mengkhianati manusia, tetapi mengkhianati sang Maha Perekayasa! Alangkah hina dan laknat pemimpin yang mengkhianati rakyat yang bahkan dengan tulus mendoakan pemimpinnya saat pemimpinnya melakukan dosa dan kesalahan.”

Alalh maha Adil dan Dia pasti mendatangkan keadilannya.
(Izzatul Jannah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar